Kenapa Kamu Perlu Punya Jam Kerja Meski Kerja Sendiri di Rumah
Waktu pertama kali saya mutusin buat kerja sendiri, saya sempat ngerasa bebas banget. Bangun bisa siang, kerja bisa kapan aja. Tapi makin lama, saya sadar kalau kebebasan itu malah bikin saya... capek.
Saya kerja dari pagi sampai malam, tapi nggak pernah benar-benar selesai. Nggak ada pembatas waktu. Nggak ada “jam pulang”. Sampai akhirnya saya sadar: meskipun saya kerja sendiri, saya tetap perlu bikin jam kerja pribadi.
Masalahnya Bukan Waktu, Tapi Batas
Banyak solopreneur merasa burnout bukan karena kerjaannya terlalu berat, tapi karena nggak ada batas. Waktu kerja tumpang tindih sama waktu istirahat. Pagi masih ngurusin rumah, malam malah baru mulai ngerjain project. Akhirnya hidup terasa berantakan.
Menentukan jam kerja bukan berarti membatasi kreativitas. Justru itu cara buat melindungi energi dan fokus. Kerja 5 jam yang fokus jauh lebih produktif daripada 12 jam yang campur aduk.
Kalau kamu masih bingung menentukan pola kerja pribadi yang cocok, saya pernah nulis juga soal cara menyusun rutinitas harian yang realistis buat solopreneur — kamu bisa baca di artikel ini: "Rutinitas Harian yang Bikin Hidupmu Lebih Terarah (Tanpa Jadi Robot)"
Mulai dari yang Sederhana
Kamu nggak harus kerja 9 to 5. Tapi kamu perlu tahu kapan kamu “on duty” dan kapan kamu benar-benar off. Bikin jam kerja fleksibel, tapi tetap ada pola.
Contohnya:
- Jam 8–11: Fokus ngerjain project inti
- Jam 13–14: Balas email/chat
- Jam 16:00: Selesai kerja, sisanya bebas
Jam segini bisa berubah, yang penting konsisten dan kamu sadar bahwa kamu punya batas waktu kerja. Pada akhirnya, kebebasan kerja sebagai solopreneur bukan soal bisa kerja kapan aja, tapi soal punya kendali atas waktumu sendiri. Dengan batasan yang jelas, kamu bisa tetap produktif tanpa kehilangan arah.
Jadi, coba mulai dari hal kecil.. tetapkan jam kerja, beri ruang untuk istirahat, dan hargai waktumu sendiri. Karena kalau bukan kamu yang jaga batas, siapa lagi?
